PENGENTASAN KEMISKINAN DALAM
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN PERUBAHAN POLA
PRODUKSI YANG RAMAH LINGKUNGAN
A.
Tantangan Global & Komitmen Nasional
Penghapusan kemiskinan merupakan tantangan global
terbesar yang dihadapi dunia dewasa ini, dan karenanya menjadi syarat mutlak
bagi pembangunan berkelanjutan. Maka itu para pemimpin negara sedunia pada
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Millenium di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB),
New York tahun 2000 menetapkan upaya mengurangi separuh dari kemiskinan di
dunia sebagai "Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium Development
Goals)" bagi negara-negara anggota PBB yang harus dicapai pada tahun 2015
melalui 8 jalur sasaran :
§ mengurangi separuh proporsi penduduk
dunia yang berpenghasilan kurang dari 1 dollar AS per hari dan proporsi
penduduk yang menderita kelaparan;
§ mengurangi separuh proporsi jumlah
penduduk yang tidak memiliki akses pada air minum yang sehat;
§ menjamin semua anak, laki-lakidan
perempuan, menyelesaikan sekolah dasar;
§ menurunkan hingga 2/3 kematian bayi
& anak dibawah usia lima tahun;
§ menghentikan penyebaran penyakit HIV /
AIDS, malaria dan jenis penyakit menular lainnya;
§ menghilangkan ketidaksetaraan gender di
sekolah;
§ menerapkan dengan konsekuen kebijakan
pembangunan berkelanjutan;
§ mengembangkan kemitraan untuk
pembangunan di semua tingkatan.
Komitmen semua bangsa di dunia untuk menghapus
kemiskinan dari muka bumi ini ditegaskan dan dikokohkan kembali dalam
"Deklarasi Johannesburg mengenai Pembangunan Berkelanjutan" yang
disepakati oleh para Kepala Negara/Pemerintahan dari 165 negara yang hadir pada
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg,
Afrika Selatan, bulan September 2002 yang lalu dan kemudian dituangkan dalam
dokumen "Rencana Pelaksanaan KTT Pembangunan Berkelanjutan", yang
juga telah ditanda-tangani oleh Presiden RI, Megawati Sukarnoputri, untuk
menjadi acuan dalam melaksanakan pembangunan di Indonesia.
Dengan
demikian, Indonesia telah membuat komitmen nasional untuk memberantas kemiskinan
dalam rangka pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, dimana pemerintah dan semua
perangkat negara bersama dengan berbagai unsur masyarakat memikul tanggungjawab
utama untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan sekaligus pengentasan
kemiskinan tsb paling lambat tahun 2015.
Untuk
itu, sesuai dengan butir II paragraf 7 dokumen Johannesburg tentang “Rencana Pelaksanaan
KTT Pembangunan Berkelanjutant” (Plan of Implementaion of the World Summit on
Sustainable Development), Pemerintah Indonesia sepakat untuk menempuh langkah-Iangkah
pengentasan kemiskinan sebagai berikut:
1. Pada tahun 2015, mengurangi separuh
proporsi penduduk dunia yang berpenghasilan kurang dari 1 dollar AS per hari
dan proporsi penduduk yang menderita kelaparan, dan pada tahun yang sama,
mengurangi separuh proporsi jumlah penduduk yang tidak memiliki akses pada air
minum yang sehat;
2. Membentuk dana solidaritas dunia untuk
penghapusan kemiskinan dan memajukan pembangunan sosial dan manusia di
Indonesia;
3. Mengembangkan program nasional bagi
pembangunan berkelanjutan dan pengembangan masyarakat daerah lokal dalam
lingkup strategi nasional pengurangan kemiskinan, meningkatkan upaya-upaya
pemberdayaan masyarakat miskin serta organisasi kelompok masyarakat tsb;
4. Memajukan akses yang sama dan
partisipasi penuh kaum perempuan berdasarkan prinsip kesetaraan dengan pria,
dalam pengambilan keputusan pada semua tingkatan, mengarus-utamakan perspektif
gender dalam semua kebijakan dan strategi pembangunan, serta penghapusan semua
bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan;
5. Mengembangkan kebijakan, cara-cara dan
sarana untuk meningkatkan akses masyarakat adat/penduduk asli dan komunitas
mereka terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi, dengan memperhatikan hakekat
ketergantungan mereka selama ini pada ekosistem alami dimana,mereka hidup dan
bekerja;
6. Menyediakan pelayanan kesehatan dasar
untuk semua kelompok masyarakat dan mengurangi ancaman terhadap kesehatan yang
berasal dari lingkungan;
7. Menjamin bahwa anak-anak di manapun
juga, baik laki-Iaki maupun perempuan, dapat menyelesaikan pendidikan dasar
serta memperoleh akses dan kesempatan yang sama pada semua tingkatan
pendidikan;
8. Menyediakan akses pada sumber daya
pertanian bagi masyarakat miskin. khususnya perempuan dan komunitas masyarakat
adat/penduduk asli;
9. Membangun prasarana dasar pedesaan, diversifikasi
ekonomi dan perbaikan transportasi, serta akses pada pasar, kemudahan informasi
pasar dan kredit bagi masyarakat miskin pedesaan, untuk mendukung pembangunan
pedesaan dan pertanian secara berkelanjutan;
10. Melaksanakan alih pengetahuan dan tehnik
dasar pertanian berkelanjutan, termasuk pengelolaan sumber daya alam secara
lestari, untuk petani dan nelayan skala kecil dan menengah, serta masyarakat
miskin di pedesaan, termasuk melalui pendekatan partisipatif yang melibatkan
para pemangku kepentingan terkait;
11. Meningkatkan ketersediaan dan
keterjangkauan pangan, dengan memajukan pola kemitraan produksi pangan berbasis
masyararakat;
12. Memerangi kekeringan dan
peng-“gurun”-nan lahan, serta mengurangi dampak bencana kekeringan dan bencana
banjir, melalui langkah-Iangkah seperti penggunaan informasi dan prakiraan
iklim dan cuaca, sistem peringatan dini, pengelolaan sumber daya tanah dan alam
secara lestari, penerapan praktik pertanian dan koservasi ekosistem yang
ditujukan untuk membalikkan dan mengurangi kecenderungan degradasi tanah dan
sumber daya air;
13. Meningkatkan akses pada sanitasi untuk
memperbaiki kesehatan manusia dan mengurangi angka kematian bayi dan “baIita”.
B.
Kinerja Indonesia masih rendah
Kendati Indonesia ikut serta dalam kesepakatan
global melaksanakan “Millenium Development Goals (MDG)” untuk mengurangi
kemiskinan dan meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dicanangkan
PBB sejak 2000, namun dalam "Human Development Report 2003" atau
"Laporan Pembangunan Manusia tahun 2003" yang dikeluarkan oleh United
Nations Development Program (UNDP) baru-baru ini, menunjukkan bahwa kualitas
manusia Indonesia makin memburuk dalam 10 tahun terakhir ini. Dalam laporan
tsb, Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indonesia yang diukur dari pendapatan, riil per kapita, tingkat harapan hidup,
tingkat melek huruf dan kualitas pendidikan dasarnya, ternyata peringkat
Indonesia menurun dari 110 menjadi peringkat 112 dari 175 negara yang dinilai UNDP.
Di kalangan negara anggota ASEAN, peringkat Indonesia itu jauh dibawah Filipina
dan Thailand, bahkan berada dibawah Vietnam.
Menurut Laporan UNDP 2003 itu, penurunan IPM
Indonesia menunjukkan tidak adanya perbaikan yang berarti dalam kurun waktu
1990 s/d 2001, dilihat dari beberapa indikator penting IPM, terutama
pengurangan angka kemiskinan. Disebutkan dalam laporan tsb bahwa 7,2% penduduk
Indonesia masih hidup dalam kondisi kemiskinan absolut, dan 26% anak-anakdi
bawah usia 5 tahun mengalami kekurangan gizi yang cukup parah. Selain itu,
upaya menekan angka kematian ibu yang melahirkan selama ini juga tidak
menunjukkan hasil yang signifikan, sedangkan kualitas pendidikan sekolah dasar
makin memprihatinkan. Jumlah anak didik yang bisa menikmati pendidikan sekolah dasar
pada 1990-2001 menurun tajam, terutama sejak terjadinya krisis ekonomi-moneter 1997.
C.
Syarat Keberhasilan Pengentasan Kemiskinan
Seperti disebutkan di atas, pemberantasan kemiskinan
merupakan masalah pembangunan yang sangat kompleks dan mempunyai dimensi
tantangan lokal, nasional maupun global. Upaya mengatasi masalah kemiskinan
karenanya tak bisa dilepaskan dari strategi nasional untuk mewujudkan
pembangunan berkelanjutan di suatu negara. Kita tahu bahwa ada 3 persyaratan
pokok bagi tercapainya pembangunan berkelanjutan:
v Pengentasan kemiskinan,
v Perubahan pola konsumsi dan produksi
yang tidak menunjang keberlanjutan, dan
v Perlindungan dan pengelolaan sumber daya
alam secara lestari.
Selain itu program pengentasan kemiskinan juga tak
mungkin berjalan tanpa adanya tata-kelola pemerintahan yang baik (good
governance), sebagai dasar bagi terlaksananya pembangunan berkelanjutan di
manapun, termasuk dan terutama di Indonesia, yang diantaranya ditandai oleh
berjalannya:
v sistem pemerintahan yang demokratis,
transparan dan bertanggung gugat kepada publik;
v kebijakan ekonomi, sosial dan lingkungan
yang dirancang dan dilaksanakan secara terpadu dan partisipatif;
v lembaga-lembaga demokratis yang tanggap
(responsif) terhadap aspirasi dan kebutuhan masyarakat;
v peraturan hukum dan perundang-undangan
yang ditaati dan dilaksanakan secara konsisten dan adil;
v upaya pemberantasan korupsi yang
dilaksanakan secara tegas tanpa pandang bulu;
v pengakuan dan perlindungan terhadap
hak-hak asasi manusia serta hak-hak dan kepentingan masyarakat adat dan
kelompok masyarakat rentan.
D.
Kemiskinan dan sumber daya murah dan ramah
lingkungan
Bagi Indonesia, melaksanakan 13 langkah pengentasan
kemiskinan sebagaimana tercantum dalam butir II.7 dari "Rencana
Pelaksanaan KTT Pembangunan Berkelanjutan" tersebut di atas merupakan
pilihan strategi nasional yang tidak boleh ditawar lagi. Namun langkah tersebut
juga wajib disertai dengan strategi dan langkah lain yang menunjang, khususnya
berkaitan dengan strategi pengadaan air bersih dan sanitasi yang memadai serta
peningkatan akses pada sumber daya dan layanan energi yang handal, ramah lingkungan,
dan terjangkau serta layak secara ekonomi dan sosial.
Pengadaan
air minum yang bersih dan sanitasi yang memadai bukan hanya penting untuk
melindungi kesehatan manusia dan lingkungan pada umumnya, tetapi terutama karena
merupakan kebutuhan pokok bagi mayoritas penduduk miskin yang tidak mendapat
akses pada sanitasi dasar yang mereka butuhkan untuk hidup secara layak. Karena
itu perlu dikembangkan sistem sanitasi rumah tangga yang efisisen, praktek dan teknologi
yang terjangkau dan dapat diterima secara sosial-budaya, serta mengembangkan
sistem dan mekanisme pembiayaan untuk pengelolaan sumber daya air dan pengadaan
air bersih bagi masyarakat yang tidak dilandasi pertimbangan komersial belaka.
Masyarakat
miskin di Indonesia juga sangat membutuhkan sumber daya dan layanan energi yang
ramah lingkungan dan terjangkau secara ekonomi. Ini berarti harus dihindari dan
dikurangi penggunaan kayu bakar yang diambil dari hutan atau kebun, ataupun penggunaan
bahan energi yang berasal dari "fossil fuel" seperti minyak bumi dan
batu bara yang kotor, menimbulkan pencemaran udara, dan membawa dampak pada perubahan
iklim. Langkah perubahan ini membutuhkan perangkat kebijakan dan sistem yang
menunjang transisi ke arah peningkatan efisiensi energi, penggunaan energi terbarukan
( renewable energy ), energi biomasa, dan penggunaan bahan bakar fosil cair dari
gas yang lebih bersih yang lebih akrab lingkungan, lebih murah dan dapat
diterima secara sosial.
E.
Perubahan pola konsumsi dan produksi ramah
lingkungan
Strategi pengurangan kemiskinan tidak akan berhasil
apabila tidak diintegrasikan dalam kebijakan pembangunan berkelanjutan yang
secara sadar merubah pola konsumsi masyarakat dan cara-cara produksi yang tidak
menunjang keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Karena makin
luas dari besarnya kerusakan, degradasi dan pencemaran lingkungan yang terjadi
selama ini adalah akibat langsung dari penggunaan dan pemanfaatan sumber daya
alam – terutama yang yang tak terbarukan – secara berlebihan, boros dan tak
bertanggungjawab yang sebagian terbesar dilakukan oleh dan melalui sistem
industri modern.
Kebutuhan
masyarakat dan industri modern membuat sumber daya air, energi, mineral, hutan,
laut, semuanya diambil dan dikuras habis dari alam, tanpa mempedulikan ambang
batas dan daya dukung lingkungannya. Eksploitasi secara besar-besaran terhadap
berbagai sumber daya alam itu dilakukan dengan sistem, teknologi, peratatan dan
cara-cara yang menghasilkan limbah B3 dan pencemaran Iingkungan, merusak ekosistem,
merampas hak-hak masyarakat adat, dan menyengsarakan kehidupan masyarakat
sekitarnya.
Perubahan
pola konsumsi dan produksi itu memang harus didahului oleh negaranegara industri
maju yang telah menikmati kekayaan dan kenyaman hidupnya dari hasil eksploitasi
usahanya yang telah membawa kerusakan lingkungan dan sosial di negaranegara berkembang.
Mata rantai proses globalisasi yang mengaitkan pertumbuhan ekonomi negara kaya
dengan degradasi lingkungan di negara miskin harus diputus .
Akan
tetapi secara nasional, Indonesia juga perlu menumbuhkan program peningkatan kesadaran
mengenai pentingnya pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan dengan menerapkan
azas "pencemar membayar" (polluter pays principle), menerapkan prinsip
eko-efiesiensi, memberi insentif bagi penghematan & efisiensi energi,
menunjang investasi dibidang produksi bersih dan ramah lingkungan, penggunaan
analisis daur hidup (life-cycle analysis) dan lain sebagainya, sehingga
mendorong terjadinya perubahan pola konsumsi dan produksi yang lebih menjamin
kelestarian tingkungan hidup dan kesejahteraan rakyat kecil.
.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan